Saturday, January 16, 2016

KESEMPURNAAN BUKANLAH STANDAR KEBAHAGIAAN DALAM RUMAH TANGGA

Ilustrasi Keluarga SAMARA



Kebahagiaan hidup rumah tangga tidak harus didapatkan dengan memiliki pasangan yang sempurna. Suami yang pintar, tampan, humoris, dan sederet kriteria yang dianggap ideal lainnya, atau istri yang cantik, menarik, sexy, pintar, dan kaya raya. Kebahagiaan tidak seperti dalam kisah sinetron.

Terkadang kebahagiaan justru didapat dari hal-hal yang sederhana. Kita tentu saja tetap bisa menikmati kebahagiaan bersama keluarga di tengah berbagai kekurangan yang kita miliki. Setiap orang memiliki caranya masing-masing dalam menghadirkan kebahagiaan. Bahagia adalah tentang mengelola rasa.

Tak ada suami/istri sempurna. Namun kadang kita jumpai kasus seorang istri yang menuntut kesempurnaan suaminya agar dapat menjadi sosok pribadi tanpa cela. Tuntutan seperti ini tentu saja menjadi sesuatu yang tidak realistis dan hanya akan menimbulkan kekecewaan yang berkepanjangan. Kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT dan kekurangan adalah punya hambanya.

Allah SWT menciptakan pasangan suami istri agar saling melengkapi. Karena itulah ketika menemui ketidaksempurnaan pada diri pasangan, tugas kita adalah melengkapinya. Seperti kancing dan baju, saling bekerjasama untuk menjaga keutuhan rumah tangga.

Jika sebuah kesempurnaan menjadi tujuan utama setiap manusia, tentulah tidak akan ada saling menghormati karena setiap manusia akan menuntut satu sama lain untuk menjadi sempurna. Lagipula, bagaimanakah standar kesempurnaan sesungguhnya, kita tidak pernah tahu. Setiap orang mempunyai standarnya masing-masing. Ada orang yang menganggap sifat seperti ini baik, seperti itu tidak, yang lain bisa jadi standarnya berbeda.

Begitulah, akan selalu ada pro dan kontra jika berpegang pada standar manusia, apalagi jika menjadikan perasaan sebagai penentu. Tidak akan ada jalan keluar. Karena itulah setiap pasangan hendaklah berkomitmen untuk saling melengkapi setiap kekurangan dan terus berusaha memberikan yang terbaik dan menjadi lebih baik. Setiap kekeliruan harus dijadikan pembelajaran agar kesalahan yang sama tidak terulang.

Dan yang lebih penting yaitu bersama-sama menjadikan standar dalam menentukan setiap keputusan yang diambil adalah berdasarkan syari’at, bukan ego masing-masing. Dengan demikian, insyaAllah kita dapat membangun sebuah harmoni rumah tangga yang berjalan di atas tangga-tangga keridho’an Allah hingga kita dapat mencapai syurga-Nya. Semoga Allah SWT meridhoi rumah tangga kita dan menjadikannya SAMARA (Sakinah, Mawadah, Warohmah). Aaminn Ya Rabbal Alamiin  !!


No comments:

Post a Comment